Setiap tahun ketika ada karya di Besakih maka pihak kantor akan mengadakan Tirta Yatra ke Besakih. Biasanya jika tangkil ke Besakih maka sebelumnya juga musti Tangkil ke pura Batur yang berlokasi di Kintamani. Kali ini kita akan tangki ke Besakih saja lantaran karya di Pura Batur sudah Nyineb. Awalnya kegiatan disusun untuk tangkil ke pura Besakih ialah pada hari Jumat tanggal 28 April 2017 namun lantaran ada beberapa sahabat yang tidak sanggup ikut maka kegiatan dipindahkan menjadi hari Senin tanggal 1 Mei 2017.
Berangkat pukul 09.00 Wita dengan bus 30 seat yang berisi hanya separuh lebih sedikit lantaran ada yang tidak sanggup ikut. Berangkat lewat jalur Bukit Jati perjalanan terasa lancar lantaran tidak ada kemacetan yang berarti dan dalam waktu dua jam saja kita sudah hingga di parkiran Bus yang berlokasi paling bawah dan masih menempuh jarak kurang lebih 1 km untuk hingga ke lokasi pura Besakih.
Setelah bis berhenti dan pintu pun terbuka maka yang pertama terjadi ialah kita akan disambut oleh tukang ojek yang jumlahnya ratusan yang eksklusif menyerbu pintu Bus untuk menyampaikan jasa ojeknya kepada setiap orang yang tiba ke sana ketika naik Bus. Banyak sekali yang menyampaikan jasanya sehingga jadi resah mau pakai yang mana.
Sempat beberapa kali menolak lantaran menunggu sahabat yang lain dan ada satu ojek yang terus membuntuti saya dan sehabis saya tanya berapa tarifnya karenanya saya putuskan menggunakan jasanya dia. Dengan sepeda motor beat usang warna putih dan dengan ongkos Rp 10.000 satu antaran karenanya kami berangkat menuju Dalem Puri dahulu. Setelah hingga di sana sewa ojek tidak di bayar dulu, Ojeknya menunggu dulu di sana selama sembahyang, sehabis itu gres lanjutkan menuju Pura utama.
Setelah selesai sembahyang di Dalem Puri, kami melanjutkan menuju Pura Utama, selama perjalanan saya sempat bertanya sama tukang ojeknya, pertama yang saya tanyakan ialah "masih sekolah gus?" beliau menjawab "masih Bli." saya kembali bertanya "Kelas berapa Gus" dai jawab "kelas dua Bli" saya tanya lagi "kelas dua SMA?" "gak Bli kelas dua Sekolah Menengah Pertama bli" dalam hati saya berkata oh masih kelas dua SMP.
Setelah beberapa menit karenanya hingga juga di lokasi utama Pura dan eksklusif saya bayar ongkosnya sebesar Rp 10.000 dengan uang pas. Setelah itu eksklusif menuju Pedharman masing-masing. Karena tidak ada sahabat yang Pedharmannya sama dengan saya maka saya berjalan sendiri menuju Pedharman saya yakni Dalem Tarukan Sri Aji Kresna Kepakisan (Pulasari).
Ternyata yang tangkil pada hari itu sangat ramai, sampai-sampai jalan menuju Pedharman itu penuh sesak, baik yang mau naik maupun yang akan turun. Bahkan sempat macet beberapa kali lantaran padatnya pemedek ketika itu untuk masuk ke Pedharman masing-masing.
Setelah melewati kerumunan insan yang jumlahnya tak terhitung oleh saya maka karenanya saya hingga di depan pintu masuk Pedharman saya, namun hingga di sana saya harus ngantre lagi sambil berdiri. Saya kira akan segera mendapat giliran menuju jeroan, ternyata saya harus masih menunggu lagi selama 1.5 jam bersama semeton PGSDT yang lainnya. Ternyata ada karya Nganyar ketika saya hingga di sana, oleh alasannya ialah itu harus menunggu karyanya puput gres sanggup sembahyang.
Setelah menunggu hampir 1.5 jam karenanya saya dan pemedek lainnya sanggup masuk ke Jeroan dan eksklusif sanggup mendapat kawasan duduk untuk muspa. Namun lantaran saking banyaknya orang hingga jeroan menjadi penuh dan pemedek dipersilakan untuk ikut sembahyang di jaba tengah. Setelah itu muspa berlangsung dan sehabis itu nunas tirta dan bija dan sehabis itu dilanjutkan dengan Parama Santhi.
Setelah itu ibarat biasa saya lanjutkan menuju Pura Gelap lantaran saking lamanya di Pedharman saya jadi ragu untuk menuju Pura Gelap lantaran takut ditinggal atau dinantikan sahabat terlalu lama. Namun saya putuskan untuk tetap menuju Pura Gelap lantaran kadung ke sini. Setelah itu saya lanjutkan menuju ke atas untuk mencari lokasi Pura Gelap, ketika perjalanan itu saya melihat teman-teman sudah pada turun dan sudah selesai sembahyang di Pura Gelap.
Saya pun harus sendirian lagi menuju Pura Gelap, hingga di lokasi ternyata persembahyangan sebelumnya sudah selesai dan saya dengan pemedek yang lainnya eksklusif mendapat giliran dan duduk untuk sembahyang. Setelah Pemangku selesai nganteb banten maka dilanjutkan dengan muspa. Perlengkapan muspa dengan bunga dan kwangen dan juga dupa selesai maka lanjut dengan nunas tirta dan bija. Setelah itu selesai maka sekali lagi ngaturang Parama Santhi.
Setelah itu saya turun lagi lewat jalan yang sama untuk menuju Penataran Agung yang merupakan kawasan sembahyang terakhir. Setelah itu saya pun hingga ke pintu masuk Pura Penataran Agung, di sana juga terlihat berbagai orang yang akan sembahyang. Dengan menembus beberapa orang yang berjalan karenanya saya hingga di kawasan sembahyang. Sampai disana saya mencoba melihat-lihat teman, namun tidak ada satupun sahabat di sana, mungkin mereka sudah selesai sembahyang di Penataran Agung.
Persembahyangan pun sanggup eksklusif dilaksanakan lantaran pemedek sebelumnya sudah selesai sembahyang, saya mendapat kawasan paling terakhir. Seperti biasa sebelum mulai sembahyang saya sempatkan untuk mengambil video durasi pendek sekedar untuk koleksi pribadi dan juga untuk diunggah di channel Youtube saya. Persembahyangan pun dimulai dengan kramaning sembah dan sehabis itu nunas bija dan tirta. Setelah semua pemedek mendapat tirta dan bija maka di puput dengan Parama Santhi.
Setelah itu saya menuju ke bale kawasan dana punia, dengan pongah saya tiba ke sana tanpa medana punia dan bilang sama petugas di sana untuk minta benang Sanga Datu sebanyak tiga saja. Karena berdasarkan Panitia Batara Turun Kabeh Besakih 2017, untuk sanggup mendapat gelang benang Sanga Datu, pemedek tidak wajib untuk medana punia. Dengan modal itu saya pun meminta 3 saja lantaran ada sahabat yang menitip gelang benang Sanga Datu tersebut.
Namun meskipun demikian, ketika saya meminta tidak eksklusif di kasih, singkat dongeng karenanya saya medana punia juga tapi saya tidak menulisnya di buku tersebut. Dengan uang Rp 5.000 saya pun mendapat benang Sanga Datu, saya minta tiga tapi di kasih lima, jadi sanggup di kasih kepada teman-teman yang lain yang tidak sanggup gelang Sanga Datu tersebut.
Setelah mendapat gelang Sanga Datu tersebut saya pun turun dan sehabis hingga di bawah saya pun berhenti sejenak untuk melihat-lihat sahabat saya, siapa tahu masih ada yang berada di areal tersebut. Ingin menghubungi teman-teman lewat media umum tapi tidak ada koneksi internet sama sekali dan saya benar-benar mati kutu ketika itu. Setelah menunggu beberapa waktu karenanya saya pun melihat sepasang sahabat saya yang masih berkeliaran disana dan saya pun samperin beliau untuk bertanya dimana teman-teman yang lain.
Saat itu juga saya ingat dikasi dua buah jirigen kecil untuk nunas tirta, namun lantaran saya tidak tahu dimana nunas dan tidak ada koneksi internet maka saya pun jadi resah kemana saya bertanya. Akhirnya saya bertanya kepada sahabat saya dan meminta kepada beliau untuk menghubungi sahabat yang lain yang tahu kawasan nunas tirta. Akhirnya kegalauan pun terjawab, ternyata kawasan nunas tirta itu di Pura Syahbandar / Melanting dan Penataran Agung.
Sebagai bentuk tanggung jawab, meski sudah sempat ke atas maka saya harus ke atas lagi untuk mendapat tirta. Nah lantaran saya sudah sempat sembahyang di Penataran Agung maka saya eksklusif menuju pura Syahbandar / Melanting yang lokasinya di atas Pura Penataran Agung. Sampai di sana saya melihat bangunan ibarat bangunan dua pelinggih China dengan warna khas yakni merah.
Karena masih ragu dan belum pernah masuk dan sembahyang ke sini maka saya pun sempat bertanya kepada pemedek lainnya dan beliau menyampaikan jika itu ialah Pelinggih Syahbandar / melanting. Merasa sudah berada pada kawasan yang benar maka saya pun mempersiapkan alat sembahyang dan kawasan tirta. Setelah menunggu beberapa usang karenanya sanggup giliran sembahyang dan saya pun eksklusif bertanya kepada pemangku yang ada di sana. Saya bilang mau nunas tirta dan jirigen saya eksklusif di ambil dan diisi air dan kemudian di taruh di atas kawasan menaruh sesajen di depan dua Pelinggih China tersebut.
Sembahyang pun selesai, nunas tirta dan bija pun selesai maka dipuput dengan parama santhi karenanya saya pun mendapat tirta tersebut. Lanjut kini menuju Penataran Agung, hingga disana masih ada yang menungu mendapat bija dan tirta, sehabis selesai maka saya eksklusif menuju kawasan tirta dan eksklusif bertanya kepada Pemangku dan saya disuruh mengambil sendiri tirta yang dimaksud. Saya isi jirigen dengan penuh dan sehabis itu eksklusif turun.
Setelah hingga di bawah saya pun sempat ditawari jasa ojek, sempat beberapa kali menolak dan karenanya saya pun deal dengan ojek laki-laki dengan tarif Rp 10.000,- dan motornya pakai KLX. Setelah itu perjalanan menuju parkir bus pun mulai. Sempat juga mengobrol dengan tukang ojek itu saya tanya kelas berapa dan katanya dirinya sudah berkeluarga. Sempat bertanya berapa pendapatan sehari selama karya di sini dan beliau bilang sanggup mampu Rp 200.000 perhari.
Akhirnya hingga di parkiran Bus, sempat resah mencari bus yang mana lantaran semua bus kosong, karenanya ada yang teriak-teriak dari pojok warung ternyata teman-teman menunggu di sana dan saya yang tiba paling terakhir dan semua sahabat sudah selesai makan. Tanpa basa-basi saya bayar ongkos ojek dan eksklusif makan. Setelah selesai makan sekitar pukul 15.30 wita kita balik menuju kantor.
Selama perjalanan pulang hampir tidak menemui kemacetan dan kita sudah hingga di kantor sekitar pukul 17.30 Wita. Nah itulah dongeng saya ketika tangkil ke Pura Besakih pada hari Senin tanggal 1 Mei 2017, mungkin ada yang tangkil pada hari itu? Pesan saya ialah jangan mengandalkan koneksi internet saja di Pura Besakih, usahakan pakai cara lain dengan SMS dan catat nomor teman-teman kau ketika tangkil ke sana semoga tidak kehilangan kontak ketika di sana.
Berangkat pukul 09.00 Wita dengan bus 30 seat yang berisi hanya separuh lebih sedikit lantaran ada yang tidak sanggup ikut. Berangkat lewat jalur Bukit Jati perjalanan terasa lancar lantaran tidak ada kemacetan yang berarti dan dalam waktu dua jam saja kita sudah hingga di parkiran Bus yang berlokasi paling bawah dan masih menempuh jarak kurang lebih 1 km untuk hingga ke lokasi pura Besakih.
Setelah bis berhenti dan pintu pun terbuka maka yang pertama terjadi ialah kita akan disambut oleh tukang ojek yang jumlahnya ratusan yang eksklusif menyerbu pintu Bus untuk menyampaikan jasa ojeknya kepada setiap orang yang tiba ke sana ketika naik Bus. Banyak sekali yang menyampaikan jasanya sehingga jadi resah mau pakai yang mana.
Sempat beberapa kali menolak lantaran menunggu sahabat yang lain dan ada satu ojek yang terus membuntuti saya dan sehabis saya tanya berapa tarifnya karenanya saya putuskan menggunakan jasanya dia. Dengan sepeda motor beat usang warna putih dan dengan ongkos Rp 10.000 satu antaran karenanya kami berangkat menuju Dalem Puri dahulu. Setelah hingga di sana sewa ojek tidak di bayar dulu, Ojeknya menunggu dulu di sana selama sembahyang, sehabis itu gres lanjutkan menuju Pura utama.
Setelah selesai sembahyang di Dalem Puri, kami melanjutkan menuju Pura Utama, selama perjalanan saya sempat bertanya sama tukang ojeknya, pertama yang saya tanyakan ialah "masih sekolah gus?" beliau menjawab "masih Bli." saya kembali bertanya "Kelas berapa Gus" dai jawab "kelas dua Bli" saya tanya lagi "kelas dua SMA?" "gak Bli kelas dua Sekolah Menengah Pertama bli" dalam hati saya berkata oh masih kelas dua SMP.
Setelah beberapa menit karenanya hingga juga di lokasi utama Pura dan eksklusif saya bayar ongkosnya sebesar Rp 10.000 dengan uang pas. Setelah itu eksklusif menuju Pedharman masing-masing. Karena tidak ada sahabat yang Pedharmannya sama dengan saya maka saya berjalan sendiri menuju Pedharman saya yakni Dalem Tarukan Sri Aji Kresna Kepakisan (Pulasari).
Ternyata yang tangkil pada hari itu sangat ramai, sampai-sampai jalan menuju Pedharman itu penuh sesak, baik yang mau naik maupun yang akan turun. Bahkan sempat macet beberapa kali lantaran padatnya pemedek ketika itu untuk masuk ke Pedharman masing-masing.
Setelah melewati kerumunan insan yang jumlahnya tak terhitung oleh saya maka karenanya saya hingga di depan pintu masuk Pedharman saya, namun hingga di sana saya harus ngantre lagi sambil berdiri. Saya kira akan segera mendapat giliran menuju jeroan, ternyata saya harus masih menunggu lagi selama 1.5 jam bersama semeton PGSDT yang lainnya. Ternyata ada karya Nganyar ketika saya hingga di sana, oleh alasannya ialah itu harus menunggu karyanya puput gres sanggup sembahyang.
Setelah menunggu hampir 1.5 jam karenanya saya dan pemedek lainnya sanggup masuk ke Jeroan dan eksklusif sanggup mendapat kawasan duduk untuk muspa. Namun lantaran saking banyaknya orang hingga jeroan menjadi penuh dan pemedek dipersilakan untuk ikut sembahyang di jaba tengah. Setelah itu muspa berlangsung dan sehabis itu nunas tirta dan bija dan sehabis itu dilanjutkan dengan Parama Santhi.
Setelah itu ibarat biasa saya lanjutkan menuju Pura Gelap lantaran saking lamanya di Pedharman saya jadi ragu untuk menuju Pura Gelap lantaran takut ditinggal atau dinantikan sahabat terlalu lama. Namun saya putuskan untuk tetap menuju Pura Gelap lantaran kadung ke sini. Setelah itu saya lanjutkan menuju ke atas untuk mencari lokasi Pura Gelap, ketika perjalanan itu saya melihat teman-teman sudah pada turun dan sudah selesai sembahyang di Pura Gelap.
Saya pun harus sendirian lagi menuju Pura Gelap, hingga di lokasi ternyata persembahyangan sebelumnya sudah selesai dan saya dengan pemedek yang lainnya eksklusif mendapat giliran dan duduk untuk sembahyang. Setelah Pemangku selesai nganteb banten maka dilanjutkan dengan muspa. Perlengkapan muspa dengan bunga dan kwangen dan juga dupa selesai maka lanjut dengan nunas tirta dan bija. Setelah itu selesai maka sekali lagi ngaturang Parama Santhi.
Setelah itu saya turun lagi lewat jalan yang sama untuk menuju Penataran Agung yang merupakan kawasan sembahyang terakhir. Setelah itu saya pun hingga ke pintu masuk Pura Penataran Agung, di sana juga terlihat berbagai orang yang akan sembahyang. Dengan menembus beberapa orang yang berjalan karenanya saya hingga di kawasan sembahyang. Sampai disana saya mencoba melihat-lihat teman, namun tidak ada satupun sahabat di sana, mungkin mereka sudah selesai sembahyang di Penataran Agung.
Persembahyangan pun sanggup eksklusif dilaksanakan lantaran pemedek sebelumnya sudah selesai sembahyang, saya mendapat kawasan paling terakhir. Seperti biasa sebelum mulai sembahyang saya sempatkan untuk mengambil video durasi pendek sekedar untuk koleksi pribadi dan juga untuk diunggah di channel Youtube saya. Persembahyangan pun dimulai dengan kramaning sembah dan sehabis itu nunas bija dan tirta. Setelah semua pemedek mendapat tirta dan bija maka di puput dengan Parama Santhi.
Setelah itu saya menuju ke bale kawasan dana punia, dengan pongah saya tiba ke sana tanpa medana punia dan bilang sama petugas di sana untuk minta benang Sanga Datu sebanyak tiga saja. Karena berdasarkan Panitia Batara Turun Kabeh Besakih 2017, untuk sanggup mendapat gelang benang Sanga Datu, pemedek tidak wajib untuk medana punia. Dengan modal itu saya pun meminta 3 saja lantaran ada sahabat yang menitip gelang benang Sanga Datu tersebut.
Namun meskipun demikian, ketika saya meminta tidak eksklusif di kasih, singkat dongeng karenanya saya medana punia juga tapi saya tidak menulisnya di buku tersebut. Dengan uang Rp 5.000 saya pun mendapat benang Sanga Datu, saya minta tiga tapi di kasih lima, jadi sanggup di kasih kepada teman-teman yang lain yang tidak sanggup gelang Sanga Datu tersebut.
Setelah mendapat gelang Sanga Datu tersebut saya pun turun dan sehabis hingga di bawah saya pun berhenti sejenak untuk melihat-lihat sahabat saya, siapa tahu masih ada yang berada di areal tersebut. Ingin menghubungi teman-teman lewat media umum tapi tidak ada koneksi internet sama sekali dan saya benar-benar mati kutu ketika itu. Setelah menunggu beberapa waktu karenanya saya pun melihat sepasang sahabat saya yang masih berkeliaran disana dan saya pun samperin beliau untuk bertanya dimana teman-teman yang lain.
Saat itu juga saya ingat dikasi dua buah jirigen kecil untuk nunas tirta, namun lantaran saya tidak tahu dimana nunas dan tidak ada koneksi internet maka saya pun jadi resah kemana saya bertanya. Akhirnya saya bertanya kepada sahabat saya dan meminta kepada beliau untuk menghubungi sahabat yang lain yang tahu kawasan nunas tirta. Akhirnya kegalauan pun terjawab, ternyata kawasan nunas tirta itu di Pura Syahbandar / Melanting dan Penataran Agung.
Sebagai bentuk tanggung jawab, meski sudah sempat ke atas maka saya harus ke atas lagi untuk mendapat tirta. Nah lantaran saya sudah sempat sembahyang di Penataran Agung maka saya eksklusif menuju pura Syahbandar / Melanting yang lokasinya di atas Pura Penataran Agung. Sampai di sana saya melihat bangunan ibarat bangunan dua pelinggih China dengan warna khas yakni merah.
Karena masih ragu dan belum pernah masuk dan sembahyang ke sini maka saya pun sempat bertanya kepada pemedek lainnya dan beliau menyampaikan jika itu ialah Pelinggih Syahbandar / melanting. Merasa sudah berada pada kawasan yang benar maka saya pun mempersiapkan alat sembahyang dan kawasan tirta. Setelah menunggu beberapa usang karenanya sanggup giliran sembahyang dan saya pun eksklusif bertanya kepada pemangku yang ada di sana. Saya bilang mau nunas tirta dan jirigen saya eksklusif di ambil dan diisi air dan kemudian di taruh di atas kawasan menaruh sesajen di depan dua Pelinggih China tersebut.
Sembahyang pun selesai, nunas tirta dan bija pun selesai maka dipuput dengan parama santhi karenanya saya pun mendapat tirta tersebut. Lanjut kini menuju Penataran Agung, hingga disana masih ada yang menungu mendapat bija dan tirta, sehabis selesai maka saya eksklusif menuju kawasan tirta dan eksklusif bertanya kepada Pemangku dan saya disuruh mengambil sendiri tirta yang dimaksud. Saya isi jirigen dengan penuh dan sehabis itu eksklusif turun.
Setelah hingga di bawah saya pun sempat ditawari jasa ojek, sempat beberapa kali menolak dan karenanya saya pun deal dengan ojek laki-laki dengan tarif Rp 10.000,- dan motornya pakai KLX. Setelah itu perjalanan menuju parkir bus pun mulai. Sempat juga mengobrol dengan tukang ojek itu saya tanya kelas berapa dan katanya dirinya sudah berkeluarga. Sempat bertanya berapa pendapatan sehari selama karya di sini dan beliau bilang sanggup mampu Rp 200.000 perhari.
Akhirnya hingga di parkiran Bus, sempat resah mencari bus yang mana lantaran semua bus kosong, karenanya ada yang teriak-teriak dari pojok warung ternyata teman-teman menunggu di sana dan saya yang tiba paling terakhir dan semua sahabat sudah selesai makan. Tanpa basa-basi saya bayar ongkos ojek dan eksklusif makan. Setelah selesai makan sekitar pukul 15.30 wita kita balik menuju kantor.
Selama perjalanan pulang hampir tidak menemui kemacetan dan kita sudah hingga di kantor sekitar pukul 17.30 Wita. Nah itulah dongeng saya ketika tangkil ke Pura Besakih pada hari Senin tanggal 1 Mei 2017, mungkin ada yang tangkil pada hari itu? Pesan saya ialah jangan mengandalkan koneksi internet saja di Pura Besakih, usahakan pakai cara lain dengan SMS dan catat nomor teman-teman kau ketika tangkil ke sana semoga tidak kehilangan kontak ketika di sana.
Sedikit Dongeng Ketika Nangkil Ke Besakih
Reviewed by agus
on
4:19 PM
Rating:
No comments: